Lubang jalan di Kota Yashio Jepang semakin melebar saja. Sopir truk yang terperosok masih berupaya diselamatkan. Penggunaan air warga pun dibatasi.
![]() |
Foto: Tangkapan layar via NHK |
Lubang jalan atau sinkhole di Kota Yashio, Prefektur Saitama, Jepang kini semakin melebar saja. Dari awalnya hanya lebar 10 meter, kini diameternya menjadi lebih dari 30 meter.
Sinkhole semakin lebar dikarenakan terjadi reruntuhan pada lubang tersebut.
Penyelamatan Sopir Truk Yang Terperosok
Hingga 1 Februari upaya penyelamatan supir truk yang terperosok kedalam lubang (sinkhole) terus berlanjut.
Komunikasi dengan pengemudi berusia 74 tahun terhalang karena tanah dan puing-puing yang menutupi kabin sejak tengah hari pada Selasa (28/1/2025).
Upaya untuk menjangkau pria tersebut, tim penyelamat sedang membangun lereng yang sudah dikerjakan sejak Sabtu (1/2/2025). Lereng itu akan digunakan untuk mengirim peralatan berat kedalam sinkhole.
"Kami baru saja menyelesaikan pekerjaan di lereng," kata gubernur daerah Saitama Motohiro Ono kepada wartawan, dikutip dari kantor berita AFP.
Ono menerangkan, "Kami akan membersihkan puing-puing dan menyelamatkan pengemudi sesegera mungkin," lanjutnya.
Sinkhole tersebut diyakini terjadi karena rusaknya pipa saluran pembuangan dibawah jalan.
Sekitar 1,2 Juta Warga Diminta Mengurangi Penggunaan Air
Terkait hal itu, pemerintah prefektur melalui masing-masing pemerintah daerah telah meminta penduduk dari 12 kota dan desa di bagian timur prefektur, termasuk sebagian Kota Saitama, untuk tidak mencuci dan mandi, atau aktifitas yang bisa menghasilkan air limbah rumah tangga.
Sekitar 1,2 juta orang menjadi sasaran pemberitahuan tersebut, dan diminta untuk mengurangi penggunaan air yang jadi limbah.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah ialah menyedot limbah dan membuangnya ke pipa saluran pembuangan lainnya.
Pada 29 Januari malam, pemerintah juga melakukan pencegahan limbah makin meluap dengan membuang limbah darurat dari stasiun pompa di Kasukabe, Prefektur Saitama, ke Sungai Niigata, yang terhubung ke Sungai Naka, setelah sebelumnya menambahkan klorin.
Diketahui, pipa saluran pembuangan yang rusak berdiameter 4,75 m dan terbuat dari beton. Pipa tersebut telah digunakan sejak 1983 dengan masa pakai beton biasanya 50 tahun.
Pada inspeksi visual yang dilakukan tahun 2021 ditetapkan bahwa tidak diperlukan perbaikan segera untuk pipa yang disinyalir menyebabkan insiden ini.
Prefektur yakin bahwa hidrogen sulfida adalah penyebab pipa pecah. Limbah yang mengalir melalui pipa saluran pembuangan mengandung bahan organik seperti kotoran dan sampah dapur.
"Ketika terjadi penyumbatan pada pipa saluran pembuangan, jika tidak ada oksigen, aktivitas bakteri menghasilkan hidrogen sulfida dari bahan organik," kata Dr. Hiroaki Morita, seorang profesor di Departemen Teknik Sipil Universitas Nihon, yang merupakan pakar sistem pembuangan limbah.
Menurutnya, hidrogen sulfida berubah menjadi asam sulfat ketika bersentuhan dengan udara di dalam pipa dan dapat merusak beton. (Kompas.com)